Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda
04.18
Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda
A. Penyampaian kehendak Politik Kaum Liberal
Gagasan yang
menyuarakn semangat kebangsaan dan kemerdekaan untuk lepas dari kertindasan
tidak secara tiba tiba. Menjelang berakhirnya cultur stelsel tahun 1870
berkembang gagasan tetang emanisipasi dan gagasan tersebut muncul dari
kontradikasi yang terjasdi dalam pemahaman modern atas pengelolahan negar
hindia belanda. Cultur stelsel dan proses industralisasi kerajaan belanda. Yang
terlupakan adalah pembangunan dan kesejahteraan di tanah jawa. Muncullah permasalah
sosial yang menyangkut masalah kesejahteraan dan kemiskina kaum bumi putera. Sikap
kritis terhadap kebijakan pmerintah kolonial menjadi artikel yang terus muncul di
media cetak, terutama yang terkait penglolaan anggaran keuangan dan
kebijakan perokonomian modern.
Pada awlnya ,
gagasan ini bergema hanya dikalangan orang orang eropa. Hak suara yang dimiliki
oleh setiap orang belanda setibanya di hindia belanda akan hilang. Penyampaian kehendak
politik hanya disalurkan melalui suratsurat permohonan dan sering sekali tidak
ada hasilnya. Dihininda belanda berturut turut hirarki keputusan politik berada
di tangan pemerintahan di batavia ( departemen dalam negeri), bogor ( kediaman
gubernur jenderal ) lalu Den Haag( parlemen belanda ). Hal ini disebabkan
adanya peraturan di pasal 111 regeringsa reglement yang melarang setiap
perkumpulan, perserikatan,dan rapat yang bersiafat politik.
Kritik serta
penentanga di amsa kebijakan cultur stelsel tercetus di negeri belanda.pada
tahun 1848, konstitusi liberal di negeri belanda memberikan parlemen belanda
sebuah peranan yang cukup berpengaruh
atas urus uruasn daerah jajahan. Segera kelompok oposisi bersatu di parlemen
mengajuikan tuntutan perubahn di hindia belanda mereka terdiri dari kelompok
loiberal dan sosial demokrat. Tuntuatan kaum liberal berpijak pada kepentinga
kelas menegah belanda yang tumbuh
Besar dari
keuntunga perokonomian belanda yang diperoleh dari hindia belanda tuntuan itu
berupa : pengurangn pernan pemerintahan dalam perekonoian kolonial secara
drastis, pembebasan terhadap pembatasan – pembatasan perusahaan swasta di jawa,
dan akhirnya denga kerja paksa dan penindasan terhadap prinsip nya adalah
bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan perkembangan moral penduduk ; evolusi
ekonomi ;serta pertanggung jawaban moral kepada kaum bumi putra
Pada 1860, seorang mantan pejabat kolonial bernama eduard
douwes deller . menerbitkan novel berjudul Max Havelaar di belanda . novel
tersebut menceritakan tentang penindasan dan perilaku korupsi yag dilakukan
pemerintah kolonial beserta aparatnya di jawa( lebak). Max Haveller menjadi
senjata yang cukup berpenngaruh untuk menyapaikan gaagsan anti-penindasan di
kalangan orang – orang eropa bermunculan di media massa belanda . salah satunya
adalah tulisan robert fruin dam De Gids tahun 1865 yang muncul berupa artikel
berjudul ’’Netherland’s rechten en
verplichtingen ten opzicthen van india’’. Dalam artikel tersebut , utnuk
pertama kalinya praktiik saldo laba dalam cultur stelsel dinyatakn sebagai
kebijakan pemerintah yang berlawanan dengan hukum kedaulatan negara modern (belanda).
Artikel ini mempengaruhi tokoh tokoh belanda yang kemudian bergerak dalam
lingkup politik etis. Salah satu tokoh terpenting politik etis tersebut adalah Mr.P.Brosshoft.
Adapun gerakan
kaum liberal di parlemen belanda , tidak lepas dari kepentingan yang
menguntungkan bagi pihak swasta. Penghapusan cuultur stellsel dilakukan scara
bertahap sejak tahun 1862 dan dikenekan pada tahun 1919 di wilayah pesisir
utara jawa. Pada tahun 1870, pemerintah kolonial mengeluarkan undang undang
agraria yang membuka kesempatan kepada perusahaan swasta untuk melakukan investasi di wilayah hindia belanda yang
selama ini menjadi monopoli Nederlandsche
Handelsmaatschappij
Berbagai pemikiran di seputar tuntutan kaum liberal di
negeri belanda hadir secara berkala di hindia belanda lewat surat kabar De
Locomotief. Surat kabar yang berpusat di semarang ini berdiri pada tahun 1863
dan menjadi harian pada thun 1870. De Locomotief merupakan media pertama yang
secara terus mnrus menyuarakan politik etis atau politik kewajiban moral
terhadap tanah jajahan, dan pemerintahan otonom. Pada masa ini tuntutan
kewajiban moral terhadap tanah hindia belanda yang ditunjukan kepada pemerintah
kolonial belum melibatkan peranan orang-orang bumi putera. Kaum bumiputera yang
mendapat pendidikan eropa serta berbahasa belanda, masih terbetas sebagai
pembaca. Kalangan pembaca De Locomotief umumnya adalah pedagang , pengusaha
kebun, para penyewa tanah di daerah yogya-solo dan juga dibaca oleh kalangan
pegawai pemerintahan dalam negeri
P.Brooshoft,
redaktur utama De Lomotief merupakan bagian dari jaringan para individu yang
kemudian dikenal menyuarakan gagasan balas budi baik yang berada di hindia
maupun yang dinegeri belanda, seperti Van Deventer, J.H.Abendanon , A.W.J
Idenburg, Van Limburg Stirum,N.P.van de berg, Snouck Hurgronje,H.H. van koll
dan lain lain secara individual , jaringan etis melakukan di seminasi gagasan
dalam berbagai bentuk tanpa adanya satu ikatan organisasi yang ideologis
Ada tiga momentum
yang menandai bergemanya politik etis pada kebijakan pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Pertama , artikel Van Deventer yang muncul di De Gids tahun 1899,
berjudul ‘’ Een Eerschuld’’. Kedua, sebuah brosur politik yang ditulis
Brooshoft yang berjudul; ‘’ De Ethische koers in de koloniale politiek’’ ( haluan etis dalam politik kolonial),
diterbitkan di beladna tahun 1901. Istilah etis yang dilabelkan pada politik
kebijakan kolonal belanda di hindia pertama kali di cetuskan Brooshoft melalui
De Locomotief dan terccetus sebagai pernyataan politik pribadi ( lepas dari
fungsinya sebagai redaktur satu media massa) dalam ‘’De Ethische Koers in de
Koloniale Politik’’. Brooshoft menuliskan nya di massa beristirahat dari tugas
nya sebagai reduktur utama De Locomotief. Ia dilingkupi rasa frustasi atas
gerakan yang dilakukan hampir 25 tahun di hindia yang menurutnya gagal, akan
tetapi kemudian tanpa disadari oleh Brooshoft, gagasan Emansipasi Dan politik
Etis telah merambah Hingga ke telinga ratu wilhelmina
0 komentar